Kisah Tahir: Dulu Miskin, Kini Kaya Raya, dan Jadi Orang Dermawan di Tingkat Dunia
SilahkanSHARE.com | Jika pada kisah sebelumnya kita belajar dari kisah Pendiri WhatsApp yang tadinya hanyalah gelandangan tapi kemudian bisa memiliki kekayaan hingga Rp 209 Triliun, maka kali ini kita akan belajar dari orang Indonesia.
Jangan salah, Di Indonesia, ternyata ada seorang pria yang termasuk sebagai orang paling dermawan di dunia yang sudah tergabung dalam klub �Giving Pledge�.
Siapa Pria itu yang dimaksud?
Untuk lebih lengkapnya, silahkan anda ikuti kisah yang sangat menginspirasi ini yang saya kutip langsung dari detikFinance(26/2/14).
Ia adalah pria berumur 61 tahun bernama Tahir. Dirinya juga termasuk orang terkaya di Indonesia ke-12 versi majalah Forbes.
Ia bercerita kisah hidupnya dari anak juragan becak di Surabaya, bikin perusahaan di Jakarta sempat bangkrut, sampai akhirnya sukses memimpin Grup Mayapada.
Kegemarannya saat ini adalah menyumbang, karena menurutnya dengan memberikan sumbangan itu berarti kita bukan hanya menyelamatkan orang lain tapi juga menyelamatkan diri sendiri.
Simak ceritanya di sini, saat Tahir berkunjung ke kantor detikcom, Selasa (28/1/2014).
Bisa diceritakan bagaimana filosofi hidup Anda?
Spirit saya itu sebagai pendaki. Tidak ada henti, satu demi satu gunung kita daki. Sampai Tuhan mengatakan stop dan kita finish. Dalam perjalanan banyak faktor yang mempengaruhi prinsip. Saya lahir di keluarga tidak mampu. Akibatnya 2 arah, arah tidak baik saya bisa jadi gangster, jadi maling, kalau arah baik saya akan memperhatikan yang tidak mampu. Hidup ini ada sinergi antara rasional dan emosional
Sinergi ini yang kita sebut out of life. Misalnya saya pulang ke rumah, emosional lebih banyak daripada rasional. Kalau dagang rasional lebih banyak. Sinergi ini positif, itu bisa plus Rp 1 juta sampai plus Rp 1 triliun. Kalau negatif bisa minus Rp 1 juta, minus Rp 1 triliun.
Ini sebetulnya hidup. Suka duka pasti. Bagaimana kita jadikan yang negatif jadi positif, yang kurang baik benahin supaya jadi baik.
Katanya dulu hidup bapak susah ya?
Saya dulu inang-inang. Sebelum menikah saya sudah kerja. Ibu kasih uang Rp 700 ribu saya pakai untuk belanja barang impor. Saya ikut Faya Tour supaya saya tahu Singapura di mana. Ke singapura, orang melancong saya cari barang, mulai dari mainan anak kecil, kaos, rok wanita, ikat pinggang, album dan lain-lain.
Nah pas di (Bandara) Kemayoran barang itu saya acak-acak seperti kayak turis bawa oleh-oleh. Saya bawa ke Surabaya, saya jual lagi. Dulu itu kan barang impor susah nyarinya.
Saya jualan 2-3 tahun lah. Modal keberanian. Bahasa inggrisnya cuma ngerti, �how much� dan �discount�. Tapi itu sudah cukup untuk bisa dagang jadi inang-inang.
Sampai lulus SMA itu saya yang termuda. Kalau ada orang yang mengatakan satu kelas sama Tahir dia pasti lebih tua. Saya SD itu lulus 10 tahun, 17 tahun sudah lulus mulai kerja. Sekolah satu semester di sipil, diterima kedokteran di Kaohsiung, hanya dua bulan ayah saya sakit dan saya pulang, pulang itu jadi inang-inang.
Dulu sebelum Mayapada jadi seperti sekarang ini awalnya bagaimana?
Dulu dealer Suzuki itu Mayapada, dealer ini titik balik saya. Jadi kami dealer di Jakarta, saya buka perusahaan tahun 83 sampai 87. Jadi ada 2 main dealer, salah satu bangkrut. Pikiran saya saya jadi agen tunggal bisa sukses.
Tapi mungkin Anthony Salim punya pemikiran lain, dia buka kesempatan pada banyak pihak jadi dealer, saya jadi bangkrut. Showroom kita sama sewanya dengan showroom lain berbeda.
Nah, begitu tutup orang yang kredit sama saya nggak bayar. Saya punya hidup yang paling down adalah tahun itu. Saya utang itu cukup banyak. Kursnya itu US$ 15 juta. Saya melunasi utang itu tanpa kurang satu sen beserta bunga-bunganya.
Kita bangkrut tahun 87-88. Kita recover tahun 90-an. Akhirnya lunas juga itu utang.
Sekarang aset bapak punya berapa banyak?
Aset yang terbesar itu saya adalah saya masih hidup. Orang punya triliun rupiah banyak 0-nya. Kalau 0 dikurangi nggak apa-apa. Kalau 1-nya dihilangkan baru itu kenapa-kenapa. Karena angka satu itu adalah dirinya sendiri.
Bagaimana ceritanya anda bisa menikah dengan putri konglomerat Mochtar Riady sang bos Grup Lippo?
Saya dijodohkan. Saya orang nggak punya apa-apa, dia anak orang kaya, saya dikenalin orang tua. Sempat minder juga.
Tidak bisa disangka tanpa pak Mochtar saya nggak mungkin seperti sekarang. Itu adalah fakta. Saya tahun ini 40 tahun jadi menantu. Belum pernah saya dapat satu sen pun dari pak Mochtar, atau dikasih kesempatan bisnis dari Pak Mochtar. Saya satu-satunya anggota keluarga Mochtar Riady yang sudah menikah saya pisah. Tidak di Lippo Group.
Setelah menikah satu minggu saya ke kantor dia, saat itu masih jadi Presiden Direktur Panin Bank. Saya datang, dia tegaskan sama saya. Mantu itu tidak boleh tinggal di dalam keluarga, waktu itu saya masih 22 tahun. Sebagai anak muda saya jawab simple. Oke.
Saya nggak mikir seperti sekarang, kalau sekarang mikir lebih jauh kenapa mungkin policy keluarga atau apa, saingan bisnis atau apa. Dulu saya pikir oke-oke aja. Bukan satu pukulan. Kalau sekarang bisa saya pikir banyak. Oke itu lah memuat perjalanan hidup ini beda.
Awalnya jadi hobi beri sumbangan itu dari mana?
Saya ngasih-ngasih udah lama. Bagi saya begini, mengasih sesuatu bukan hal istimewa dan sangat terkecuali. Itu adalah bagian hidup kita, konstruksinya. Itu tidak bisa dipisahkan. Saya tidak mau diilustrasikan bahwa jam ini kamu pengusaha, jam ini philantropist. Tidak ada jaminan tidak ada pagi sore, tidak ada musimnya. Itu adalah bagian dari Tahir ini.
Saya nggak bisa karena lagi senang nih lagi cuan, terus saya keluar uang banyak buat sumbangan, tidak begitu. Atau sekarang lagi rugi, jangan dulu kasih sumbangan. Saya tidak mengatakan demikian. Ini tanggung jawab saya. Ini bukan CSR, Kalau CSR ditentukan dibuat satu hukumnya aturannya. itu bagian hidup saya. Itu perjalanan hidup. Kapanpun. Nggak bisa dipisahkan. Nggak ada jamnya.
Satu hari ada kasih tahu saya, di setopan green garden ada adik kakak jualan susu kacang. Itu umum di Jakarta, Yang nggak umumnya, banyak orang kasihan kepada kakak adik ini. Ada orang yang berhenti di stopan, susu kacangnya Rp 500 uangnya Rp 10.000, dia bilang kembaliannya nggak usah.
Tapi anak ini nggak mau, dia bilang Pak saya bukan pengemis, saya hanya jualan. Kalau bapak mau beli berikan uangnya, kalau nggak mau beli uangnya saya kembalikan. Cerita ini yang menginspirasi saya. Something special nih.
Saya inget saya punya anak laki-laki satu yang lahirnya di istana. Jadi saya minta staff saya saya cari alamat mereka. Datang ke kampung-kampung ketemulah anak ini. Dia tinggal di satu kamar ada 4 anak dan orang tua, tidur di lantai.
Saya tanya kenapa kamu ayahnya nggak jualan. Dia bilang dia tabrakan di Medan, benturan di kepala jadi malamnya dia nggak bisa tidur, jadi dibikinin susu kacangnya. Pagi si anak jualan tapi dia (bapaknya) nongkrong di ruko-ruko itu, kalau jualannya sudah habis dia supply lagi.
Singkat cerita, saya tanya kamu biaya keluarga berapa dia bilang Rp 700 ribu. Saya kasih Rp 700 ribu, tapi syaratnya anaknya nggak boleh jualan lagi. Kerja sama saya anaknya. Pagi sekolah siang kerja sama saya. Saya punya cabang di Mayapada. Kebetulan anak perempuan saya masih jadi manager di sana.
Nah orang Mayapada ini bingung, dua anak ini harus dikasih kerjaan apa. Saya bilang tiap hari selama dua jam mereka kerjakan PR saja habis itu suruh pulang.
Ini cerita terus berlanjut. Satu hari saya didatangi kakak adik ini, sekarang sudah lulus dan diterima di kedokteran Ukrida. Kakaknya di sipil. Uang daftarnya 120 juta. Saya bilang istri saya, dia bilang gini �nanti biaya sekolahnya juga mahal, buku kedokteran juga mahal.�
Saya bilang gini, aduh waktu kecil saya ingin jadi dokter tapi nggak kesampaian. Saya datang ke Ukrida ketemu rektornya. Saya minta discount dong. Dikasih diskon Rp 20 juta, dibayar Rp 100 juta. Luar biasa tapi anak ini, Ternyata dia tidak pernah minta uang ke saya. Satu lulus dan praktek. Filosofi saya, itu adalah berkah yang di atas, sehingga saya bisa mengambil bagian dalam kebaikan.
Kebaikan itu adalah berkah yang kita syukuri. Sehingga kita merasa tidak kehilangan uang. Kalau kita berbuat baik kepada orang yang mungkin saya tidak dapat balasannya, tapi mungkin balasannya ke anak saya, ke cucu saya. Kebaikan itu tidak harus dibalas dengan uang, mungkin ke anak, cucu jadi berkah.
Nggak takut uangnya habis pak?
Saya di Abu Dhabi. Tanda tangan sama Bill Gates sumbang US$ 100 juta. Ada Dubes untuk RI di Uni Emirat Arab namanya Salman, dia tanya saya Pak Tahir hari ini kehilangan uang US$ 100 juta. Saya bilang saya hari ini merasa paling senang. Saya jelaskan, bayangkan saya orang Surabaya hari ini saya bilang saya sudah berikan sedikit untuk bangsa saya. Nggak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti ini.
Dia menambahkan yang menginspirasi saya, dia bilang saya menyaksikan hari ini ada putra Indonesia yang bukan minta-minta, yang bareng ke luar negeri membantu negara sendiri. Dahulu kita selalu minta-minta tolong dibantu, Saya menyaksikan bahwa kita punya orang sendiri. Mampu berdiri dan mengatakan ke orang asing, mari kita bantu orang Indonesia.
Itu bisa menyumbang ke Bill Gates ceritanya gimana?
Februari tahun lalu saya kedatangan orang Amerika Serikat (AS) ke kantor. Dia dari Bill Gates Foundation. Saya ngobrol sama dia, dia bilang kita punya match plan. Kalau you mau keluar US$ 1 dia mau tambah US$ 1.
Saya bilang untuk siapa? Dia bilang ya kita bisa diskusi. Saya bilang saya mau untuk Indonesia. Lalu berunding 75% untuk Indonesia, 25% untuk dunia. Saya melihat, individual satu per satu. Kalau penjabat daerah pemerintahan daerah ada program yang konkrit. Saya bilang saya hanya mau beberapa bidang bencana, kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan konflik etnis.
Sebenarnya yang menarik itu waktu itu orang AS datang, sebelumnya dia sudah bertemu salah satu orang terkaya Malaysia dan cuma dapat US$ 5 juta dari Berjaya Group. Lalu dia tanya jumlahnya berapa, saya cuma mau ngagetin dia saja. Saya mau ngomong satu juta dolar, saya jadi bilang seratus juta dolar, karena bahasa Inggris saya kurang bagus. Waktu saya cerita Pak Menko (Agung Laksono) saya certakan dan dia tertawa.
Saya pikir kan untung. Jadi US$ 200 juta, 75% kan US$ 150 juta, jadi kita menarik umpan lebih US$ 50 juta masuk sini. Dia kaget. Karena dia dari Malaysia cuma dapat 5 juta. Pas ke Indonesia itu 100 juta. Sebulan kemudian Bill Gates tulis sama saya pribadi. Dia bilang dia pengen ketemu bulan depan.
Kita harus sosialisasikan Bill Gates spirit. Kenapa? Kita biasa di Indonesia atau di negara mana saja kalau kita bantu itu pasti ada kembalinya. Begini, kalau kita langsung ke bapak ini, langsung dia bilang terima kasih kan saya merasakan itu terima kasih. Atau saya bantu orang tidak kenal. Tapi saya tahu di dalam hati dia pernah ingat dia pernah ketemu saya.
Kalau masuk ke prevention itu nggak ada orang yang mengapresiasi. Ada orang seperti Bill Gates yang bekerja di bidang itu, itu luar biasa sekali pak. Pencegahan itu tidak ada orang yang terimakasih. Karena tidak secara langsung.
Kalau ada orang sakit polio lalu diobatin baru terima kasih, ini enggak ada penyakitnya kok. Saya kagum ke Bill Gates bukan karena uangnya. Bill Gates dia mau masuk ke satu wilayah dia yang dia tidak akan mendapatkan apresiasi.
Ada orang yang secara diam-diam mau keluar uangnya untuk sesuatu yang luar biasa. Saya belajar. Itu luar biasa. Karena saya ikut di polio fund, saya baru dalam tahap belajar.
Sumbangan ke Jokowi itu gimana pak, banyak yang bilang ada maksud tertentu?
Saya tidak melihat individual satu per satu. Kalau penjabat daerah pemerintahan daerah ada program yang konkrit boleh. Saya kenal beliau sejak di Solo, dia waktu itu mau jadi gubernur. Pak saya minta satu hal. Saya tidak akan pernah minta satu fasilitas pun. Itulah untungnya saya jadi tidak ada beban, saya tidak pernah kasus BLBI, tidak pernah pinjam uang pemerintah, dan tidak pernah terlibat proyek pemerintah.
Banyak orang menyumbang saat terjadi bencana, ramai-ramai diliput media. Padahal yang paling penting itu pasca bencana, psikologisnya. Itu biayanya jauh lebih besar. Di seluruh dunia begitu, semua nggak ada urusannya kalau bencana selesai. Mereka terlantar.
Maka dari itu korupsi harus betul-betul ditangani karena merugikan. Korupsi harus dihapus ada 3 syarat mutlak. Sistem diperbaiki, media dibuka, kesejahteraan ditingkatkan. Kalau tiga ini tidak ada, itu omong kosong korupsi bisa diberantas.
Oleh karena itu saya tidak yakin korupsi yang ada di Tiongkok itu bisa dikurangi. Memang pemerintahannya itu galak nangkepin orang, tapi medianya makin lama makin ditutup itu nggak bisa. Salah satu penanggulangan korupsi itu media dibutuhkan. Ini tiga sinergi yang harus diperbaiki.
Contohnya begini, kalau kesejahteraan tidak bagus nanti misalnya PNS pulang ke rumah anaknya sakit dia habiskan uang. Uang habis cari pinjaman, kalau pinjaman mentok, akhirnya jual barang. Kalau sudah habis barang dijual ini bahaya. Jangan sampai Jabatan dijual karena ini no limit. Sistem harus diperbaiki, media dibuka.
Ada tips bekerja atau berbisnis supaya sukses seperti bapak?
Saya kok tidak merasa orang kerja keras rajin itu bisa kaya raya itu saya nggak merasa. Orang kerja keras jujur integritasnya itu cukup untuk dia basic need-nya itu dipenuhi. Di atas itu 80% itu adalah rejeki dari yang di Atas. Misalnya Bill Gates drop out dari Harvard, itu karena satu siklus yang membuat dia bisa maju.
Menurut saya tidak ada formula yang mengatakan orang itu harus begini bisa kaya itu nggak. Yang bisa kita kerjakan itu kerja keras jujur, integritas ini yang paling penting yang kita miliki. Di atas itu sudah terserah (pasrah). Hidup ini adalah rock climber. Gunung itu saya daki terus tinggi. Old soldier never die.
Bagaimana, setelah membaca kisah dan perjuangan dari orang yang teramat sangat dermawan bernama Tahir diatas?
Jika anda sudah mendapatkan manfaat dan inspirasi dari kisah Tahir sang dermawan , silahkan anda bagikan dan ceritakan tulisan ini ke teman-teman anda, semoga yang membaca dari kisah ini ikut mendapatkan manfaat dan inspirasinya.
Amiiin..
0 Response to "Kisah Tahir: Dulu Miskin, Kini Kaya Raya, dan Jadi Orang Dermawan di Tingkat Dunia"
Post a Comment