Kisah Muslim India Menyebarkan Syiar Islam di Kota Medan, Dua Masjid jadi Simbol

MEDAN - Kota Medan merupakan kota yang memiliki ragam suku dan budaya.

Berbagai macam etnis dapat dengan mudah ditemukan di kota ini, baik lokal maupun yang berasal dari luar negeri seperti muslim pendatang dari India.

Terdapat dua masjid yang menjadi simbol keberadaan muslim India di Kota Medan, yakni Masjid Jamik di Jalan Taruma dan Masjid Ghaudiyah di Jalan Zainul Arifin Medan.

Orang-orang India Muslim ini memiliki sejarah panjang hingga membangun komunitas di tengah kota terbesar ketiga di Indonesia ini.

Adapun alasan pertama mereka datang kemari adalah untuk berdagang sambil menyiarkan ajaran Islam.

Ketua Yayasan The South Indian Moslem Mosque & Walfare Committee, Muhammad Sidik Saleh, mengatakan lahan dua masjid tersebut merupakan hibah dari Kesultanan Deli.

Saat itu Kesultanan Deli melihat semakin bertumbuhnya komunitas mereka, sehingga memberikan dua lahan agar mereka bisa beribadah dengan komunitasnya sendiri.

Setelah menerima lahan tersebut, kemudian mereka mulai mengumpulkan dana yang berasal dari orang-orang keturunan India untuk selanjutnya dibangun sebuah masjid pertama, yakni Masjid Jamik yang sudah berdiri pada tahun 1887.

Tidak memiliki banyak ornamen ataupun hiasan, masjid ini terlihat sederhana.

Ada 12 tiang yang dipasang di masjid ini.

Sementara dinding-dindingnya terdapat banyak ventilasi.

Lantainya pun sederhana, menggunakan keramik berwarna hijau muda sedikit bercorak.

Berbeda dengan Masjid Ghaudiyah yang berada di tengah bangunan-bangunan ruko.

Masjid ini sulit terlihat karena berada di gang sempit.

Tak jauh berbeda dengan masjid pertama, masjid inipun tidak banyak hiasan, hanya ada beberapa kaligrafi dibagikan atas mengelilingi atap bangunan.

Tetapi dapat dikatakan masjid ini lebih modern karena sudah dilakukan renovasi sehingga dibuat menjadi bertingkat 

Pada bagian belakang Masjid Ghaudiyah terdapat makam para imam dan warga muslim yang telah berpulang.

Adapun alasan mengapa mereka membuat makam tepat di belakang masjid karena sudah menjadi ciri khas.

Hal itu dikuatkan dengan beberapa masjid yang ada di Aceh, karena komunitas mereka juga banyak yang berada di Aceh.

Muhammad Sidik Saleh menjelaskan, yayasan yang dipimpinnya itu menaungi dua masjid tersebut dan terus mengembangkan komunitas India Muslim yang ada di Kota Medan.

Ia menceritakan jika sejak dahulu orang-orang India, khususnya yang beragama Islam dilarang merantau sebelum mereka memahami agama Islam.

"Di Hindia sana, kakek-kakek kami itu dulu sebelum merantau harus sudah ada hafalan Alquran nya. Sehingga bisa menyiarkan agama dan memang tujuan awalnya menyiarkan agama sambil berniaga,"

"Sehingga banyak orang tua kami Bani yang hafisz Al Quran," katanya saat ditemui di tokonya pada Selasa, (20/4/2021).

Pengurus Masjid menyiapkan bubur sop India dan kari Kambing yang dilakukan setiap Bulan Ramadan di Masjid Taj'ul Madras, Medan, Jumat (16/4/2021). Sebanyak 120 porsi bubur dan kari yang disajikan untuk warga yang berbuka puasa menjadi tradisi setiap jumat. (TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR)

Pada kesempatan yang sama, sejarawan muda asal Medan, Muhammad Azis Rizky Lubis menjelaskan, jika orang-orang Gujarat datang ke Tanah Air terbagi menjadi beberapa gelombang, namun yang tercatat hanya dua.

Gelombang pertama, mereka yang datang berniat berdagang lalu menyebar ke seluruh negeri.

Kemudian yang kedua sekitar abad terakhir ke 19, mereka ini yang kemudian bekerja sebagai buruh perkebunan tembakau yang dipekerjakan oleh Kesultanan Deli lalu membangun komunitas muslim yang jumlahnya tidak terlalu besar.

Diperkirakan saat ini mereka yang tinggal di Medan sudah generasi keempat dari kakek buyutnya.

Perjalanan panjang mereka tempuh dari kampung halamannya menuju pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia seperti Aceh.

Dari Aceh mereka menuju Kuala, Binjai lalu sampailah di Medan.

Hingga kini mereka pun memiliki wilayahnya sendiri yang disebut Kampung Madras atau Little India.

Sebuah perkampungan yang berada dipinggiran Jalan Zainul Arifin.

Di sini pun tempat ibadah mereka ada dua, satu masjid dan satunya lagi Kuil Shri Mariamman.

"Jadi mereka ini datang dari Hindia menggunakan kapal-kapal menuju pelabuhan besar yang ada di Sumatra Utara, seperti Aceh, Barus, Hingga kota China," katanya.

Ia menjelaskan, bahwa orang-orang muslim yang berasal dari India sulit berbaur dengan masyarakat lokal yang ada di Medan.

Sehingga mereka membangun tempat ibadah khusus untuk kalangan mereka sendiri.

Namun hal itu sudah berbeda dengan saat ini.

Ia mengatakan orang-orang keturunan India sudah mulai menerima komunitas lain di dalam lingkungannya terutama dalam hal beribadah.

Dapat dilihat dari dua masjid yang dibangun oleh leluhur mereka.

Saat ini masjid tersebut mulai banyak orang beribadah diluar keturunan India itu sendiri.

Di Medan sendiri Aziz mengatakan bahwa orang-orang India juga telah berbaur dalam segi kuliner.

Banyak makanan khas India yang mudah ditemukan di Medan. 

Hal itu dapat diterima karena mereka sudah membuat citarasa yang mereka bawa dari kampung halaman menyesuaikan dengan lidah masyarakat Indonesia.

Selain itu, makanan yang dibawa oleh warga keturunan India juga mempengaruhi citarasa makanan lokal.

Makanan yang ada di Sumatra khususnya lebih kaya akan rempah-rempah dalam segi pengelolaannya.

Adapun makanan yang paling banyak dapat kita temukan adalah Martabak telur, kari kambing ataupun roti canai.(cr25/tribun-medan.com)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Jejak Muslim India di Kota Medan, Menjadi Buruh Perkebunan Hingga Menyebarkan Syiar Islam

0 Response to "Kisah Muslim India Menyebarkan Syiar Islam di Kota Medan, Dua Masjid jadi Simbol"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel