Efek PPKM: Maskapai Sepi, Jet Pribadi Laris bak Kacang Goreng
Pesawat-pesawat carter atau jet pribadi justru dicari banyak orang, terutama yang berduit. Faktor keamanan menjadi alasan keamanan.
Maskapai komersial berjadwal harus mengalami tekanan berat di tengah pembatasan sosial berupa PPKMdarurat atau yang kini disebut PPKMLevel 3-4. Laporan di lapangan, maskapai harus berkali-kali membatalkan penerbangan karena penumpang yang sangat sedikit sehingga tak ekonomis buat penerbangan.
Berikut fakta-faktanya:
Banyak maskapai yang beroperasi di Bandara Husein Sastranegara Bandung membatalkan jadwal keberangkatan sejak 19 Juli 2021 lalu. Sampai saat ini juga belum diketahui kondisi ini berlangsung sampai kapan, sejalan berlangsungnya PPKM Level 4 sampai 25 Juli nanti.
Executive General Manager (EGM) Bandara Husein Sastranegara R Iwan Winaya Mahdar membenarkan hal ini. Di mana semua maskapai membatalkan penerbangannya.
"Cancel flight ini dimulai dari tanggal 19 Juli 2021 kemarin. Tanggal 20 Juli itu ada 2 aircraft movement yang takeoff Bandung - Medan, dengan penumpang 17 orang yang sudah memenuhi syarat penerbangan, tanggal 21 (hari ini) cancel flight lagi, tanggal 22 Juli cancel flight lagi, tanggal 23 kita nanti keputusan jam 7 malam," jelasnya, kepada CNBC Indonesia pekan ini.
Iwan juga belum mengetahui alasan di balik maskapai ini banyak yang melakukan pembatalan penerbangan. Namun dari asumsinya kemungkinan karena sedikitnya jumlah penumpang yang membeli tiket penerbangan saat ini.
"Maskapai yang tahu alasannya. Mungkin commercial reason, mungkin tidak ada penumpang, apakah tidak ada yang membeli tiket atau hanya 2-3 orang yang beli saya kurang tahu, maka mereka melakukan cancel flight dari tanggal 19 Juli menarin," jelasnya.
Sementara itu, VP Corporate Secretary Angkasa Pura I Hendy Heryudhitiawan mengatakan dari data yang dimiliki tercatat jumlah penumpang internasional pada dua Bandara Juanda dan Sam Ratulangi Manado misalnya, memang sudah mengalami penurunan drastis.
"Semester I-2021 dari dua bandara itu kami melayani 71.375 penumpang, turun jauh jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 3.186.155 penumpang," katanya kepada CNBC Indonesia kemarin.
Adapun penerbangan yang dilakukan khusus. Guna kepentingan tertentu seperti bisnis yang esensial, penerbangan repatriasi, hingga carter.
Hendy menegaskan semua penerbangan itu sudah memenuhi kriteria peraturan perundang-undangan dan persyaratan kesehatan yang berlaku pada masa pandemi. Tiap bandara Internasional harus mematuhi Permenkumham 27/2021.
Ini juga termasuk di bandara milik Angkasa Pura II. Di mana dalam lingkupnya terdapat Bandara Soekarno Hatta yang menjadi hub penerbangan terbesar internasional RI.
Dengan adanya pengetatan aturan perjalanan imbas dari naiknya penularan Covid-19 di Indonesia membuat proyeksi industri penerbangan RI masih suram. Masih belum dapat diprediksi kapan jumlah penumpang pesawat ini dapat meningkat.
"Sampai akhir tahun masih tiarap," kata Pengamat Penerbangan AIAC Arista Atmadjati.
Perusahaan jasa penyewaan jet pribadi atau carter pesawat jet mengakui selama pandemi, khususnya saat ada lonjakan kasus Covid-19, permintaan sewa jet makin tinggi. Umumnya orang-orang berduit untuk keperluan medis seperti evakuasi penumpang terdampak Covid -19, ataupun keperluan keluarga. Selain itu, juga permintaan ekspatriat ke luar negeri juga tinggi.
Direktur PT Indojet Sarana Aviasi, Stefanus Gandi, menjelaskan terjadi peningkatan permintaan dari pelanggan yang mencapai dua kali lipat dibandingkan sebelum pandemi.
"Dari persentase selama pandemi grafisnya lumayan, awal-awal sebelum pandemi naik 30-50%, makin ke sini meningkat hingga dua kali lipat. Karena banyak orang makin tahu tentang layanan jet mudah diakses," kepada CNBC Indonesia.
Dia menjelaskan makin orang mengetahui layanan jet pribadi ini mudah diakses walaupun harganya cukup mahal. Seperti untuk layanan pesawat termurah untuk pesawat kecil dibanderol mencapai US$ 1.400 ++ atau setara Rp 27,5 juta (kurs Rp 14.500/US$), sementara layanan termahal mencapai US$ 37.000 ++ atau setara Rp 536,5 juta (kurs Rp 14.500/US$).
"Tren sekelompok masyarakat pelan-pelan mengalihkan perjalanan dari business class ke private jet, dengan alasan dari segi keamanan karena kalau di business class masih harus berinteraksi banyak orang orang banyak," jelasnya.
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/
0 Response to "Efek PPKM: Maskapai Sepi, Jet Pribadi Laris bak Kacang Goreng"
Post a Comment