Meski Miliki Kartu Tani, Petani Kesulitan Dapatkan Pupuk Bersubsidi
Masalah seperti ini terjadi di Karanganyar, Jawa Tengah. Sejumlah petani mengeluh langkanya pupuk di awal musim tanam III. Tidak adanya ketersediaan pupuk bersubsidi membuat petani kesulitan memenuhi kebutuhan bagi sawahnya.
Ketua kelompok tani Maju Jateng, Supriyono mengeluh kelangkaan pupuk ini seringkali terjadi jelang musim tanam tiba. Meski sudah memiliki kartu tani, tetap saja mereka kesulitan untuk mendapatkan pupuk.
"Enten (Ada) kartu tani, tetap saja pupuk nggak ada. Ya...akhirnya kami (petani) terpaksa harus membeli pupuk non subsidi yang tentu saja harganya jauh di atas harga pupuk bersubsidi," jelas Supriyono.
Baca juga: Apa Itu Kartu Tani ?
Supriyono juga menyatakan musim tanam padi tidak bisa diundur waktunya. Terpaksa para petani harus bekerja lebih ekstra mencari pupuk ke wilayah lain.
"Sudah nyari sampai di perbatasan Sragen, Sukoharjo, Wonogiri meksa mboten entuk (tetap tidak dapat). Kalaupun barangnya ada, tapi harganya mahal, ya, terpaksa dibeli," keluh Supriyono.
Menurutnya, pupuk yang belakangan barangnya sulit dicari adalah jenis urea, NPK, Phonska. Petani terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya terpaut antara Rp30 ribu-Rp50 ribu.
"Mahalnya harga pupuk pasti membuat biaya tanam padi musim III ini jadi bertambah besar jumlahnya," paparnya.
Jika pupuk urea bersubsidi, harganya hanya berkisar Rp 110 ribu/saknya. Namun harga pasaran untuk pupuk non subsidi jenis Urea mencapai Rp140 ribu.
"Bahkan jenis NPK dan Phonska dibeli dengan harga Rp180 ribu. Padahal untuk harga subsidinya namung (hanya) Rp. 130 ribu/saknya," imbuhnya.
Beli Pupuk Secara Manual
Kejadian yang sama juga terjadi di Kabupaten Wonogiri, para petani di wilayah Wonogiri, jawa tengah banyak yang menjerit lantaran pupuk subsidi yang diharapkan tak kunjung ada.
Baca juga: Cara Memperoleh Kartu Tani
"Sudah lebih sebulan, pupuk subsidi menghilang. Padahal ini saat pemupukan," keluh Saiman, salah seorang petani yang tinggal di wilayah Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonigiri, Jawa Tengah.
Saiman juga mengatakan, sejumlah petani lainnya pun mengaku kesulitan memperoleh pupuk walau sudah menyiapkan kartu tani.
"Padahal kartu tani merupakan prasyarat untuk mendapatkan pupuk bersubsidi yang konon sudah diperhitungkan akan kebutuhan pupuknya. Tapi saat disodori kartu tani pihak pengecer beralasan kuota habis. Padahal RDKK belum semua diambil," jelasnya.
Menurutnya, pernah ditingkat pengecer tersedia pupuk, namun jumlahnya sangat minim, sehingga petani hanya mendapat jatah beberapa kilo saja, jauh dari yang dibutuhkan.
Yang dirasakan petani di wilayah Bululekrto, juga dialami petani di wilayah Kecamatan Slogohimo.
"Agar tanaman tidak mati, kami terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya Rp150 ribu per lima kilo. Itu masih ditambah pupuk kandang," kata Anto, petani bawang merah.
Anto menjelaskan, untuk harga pupuk yang dijual para pengecer memanglah tidak melebihi harga Eceran tertinggi (HET) namun barangnya yang tidak ada.
Dicontohkan, untuk Urea Rp 6.500/Kg, sedang harga per saknya Rp 150 ribu. Pupuk jenis NPK harga per kilonya Rp 13.500 kemudian Pupuk ZA harga Rp 4.000/Kg dan pupuk SP 36 harganya Rp 3000/kilo.
Bupati Wonogiri Joko Sutopo mengaku jatah pupuk subsidi untuk Wonogiri sangat terbatas, tidak bisa memenuhi kemauan petani.
"Pupuk subsidi memang jumlahnya sangat terbatas, tidak bisa menuruti kemauan petani," katanya.
Joko Sutopo juga mengakui bahwa penggunaan kartu tani masih sangat minim, karena petani belum familiar dengan kartu tani.
"Dari 1.700 an kartu tani, yang sudah memanfaatkan sarana tersebut baru sekitar 700-an saja. Petani di Wonogiri masih merasa nyaman membeli pupuk dengan cara lama," pungkas Bupati.
Mempersulit Petani
Berlakunya sistim gesek Kartu Tani dalam pembelian pupuk bersubsidi dikhawatirkan justru mempersulit para petani memperoleh pupuk bersubsidi.
Ini lantaran puluhan ribu kartu tani milik petani saat ini tidak aktif alias hangus. Sehingga tidak bisa digesek saat membeli pupuk di pengecer resmi.
Imbas lain dari kebijakan itu pengecer dan distributor enggan mengambil pupuk dari produsen atau pabrik. Mereka takut rugi, lantaran jika para petani tidak membeli pupuk dengan sistim gesek gara-gara kartu tani hangus, maka distributor tetap harus menebus sebanyak pupuk yang telah diambil dari produsen.
Informasi yang himpun menyebutkan, dari sekitar 72.000 kartu tani di Rembang yang telah dipegang petani, sekitar 38.000 diantaranya tidak aktif. Sehingga tidak bisa digesek untuk membeli pupuk di pengecer resmi.
Untuk mengaktifkan kartu tani, pemilik kartu harus ke BRI sebagai bank apresiasi atau mitra di Jateng untuk mengisi saldo atau tergantung penyebab kenapa kartu tidak bisa digesek.
Seorang distributor pupuk di Rembang membenarkan kondisi diatas. Dia mengaku sudah hampir satu bulan belakangan tidak order pupuk ke produsen.
"Terus terang saya khawatir menderita kerugian jika nekat mengambil pupuk. Karena dari produsen memberlakukan sistim tebus penuh, meski misalnya petani yang membeli pupuk dengan sistim gesek kurang dari kuota. Dan yang lebih memberatkan lagi, distributor harus membayar tebusan pupuk dengan harga nonsubsidi yang harganya tiga kali lipat dari pupuk bersubsidi," tuturnya.
Kepala Dinas pertanian Tanaman pangan Rembang H Suratmin ketika dikonfirmasi tidak menampik kemungkinan terjadinya gejolak pupuk akibat banyaknya kartu tani tidak aktif, sehingga tidak bisa digesek.
"Dari sekitar 72.000 kartu tani yang sudah terdistribusikan ke petani, sekitar 38.000 diantaranya tidak aktif. Oleh karena itu kami akan segera berkoordinasi dengan para camat dan desa untuk mensosialisasikan soal ini ke warga," pungkas Ratmin.
Artikel ini pernah tayang di sariagri.id dengan judul Meski Miliki Kartu Tani, Petani Jateng Kesulitan Dapatkan Pupuk Bersubsidi.
0 Response to "Meski Miliki Kartu Tani, Petani Kesulitan Dapatkan Pupuk Bersubsidi"
Post a Comment